Selasa, 25 Mei 2010

analisis puisi perahu kertas karya sapardi djoko damono

MENGANALISIS PUISI PERAHU KERTAS KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO DAN PUISI JIWA KARYA ISMA SAWITRI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang :

Puisi merupakan salah satu genre sastra yang memiliki bentuk yang khas, unik, dan lazim menggunakan bahasa yang relative lebih padat dan lebih stabil di banding genre sastra lainnya, seperti cerpen, novel, maupun drama. Puisi juga merupakan struktur yang kompleks. Struktur yang di maksud adalah susunan unsur-unsur yang memiliki system yang antara unsur-unsurnya yang terjadi timbal balik. Pendekata yang di anggap sesuai di gunakan untuk menelaah hubungan antar unsur tersebut adalah pendekatan structural, sebuah pendekatan yang memandang teks sastra, khususnya puisi, sebaagai suatu objek yang di bangun oleh berbagai unsur yang saling berhubungan.

.

B. Rumusan Masalah :

1.Bagaimana menganalisis puisi “ Perahu Kertas “ karya Sapardi Djoko Damono

2. Bagaimana menganalisis puisi “ Jiwa ” karya Isma Sawutri

C. Tujuan :

1 Menganalisis puisi “ Perahu Kertas “ karya Sapardi Djoko Damono

2. Menganalisis puisi “ Jiwa ” karya Isma Sawutri

BAB II

PEMBAHASAN

PERAHU KERTAS ( Sapardi Djoko Damono )

Waktu masih kanak-kanak kau membuat perahu kertas

dan kau layarkan di tepi kali; alirnya sangat tenang,

dan perahumu bergoyang menuju lautan.

“Ia akan singgah di Bandar-bandar besar,”kata seorang

lelaki tua. Kau sangat gembira, pulang dengan

berbagai gambar warni-warni di kepala. Sejak itu

kau pun menunggu kalau-kalau ada kabar dari

perahu yang tak pernah lepas dari rindumu itu.

Akhirnya kau dengar juga pesan si tua itu, Nuh, Katanya,

“Telah kupergunakan perahumu itu dalam sebuah

Banjir besar dan kini terdampar di sebuah bukit”

PARAFRASE :

Sewaktu masih (kecil) kau membuat perahu dari kertas. Perahu itu dilayarkan di tepi kali yang airnya sangat tenang. Angin menggoyangkan perahu itu, lalu membawanya hingga ke laut lepas.

Seorang lelaki tua yang melihat perahu itu mengatakan bahwa perahu itu akan singgah di pelabuhan-pelabuhan besar dan ramai. Kau lirik sangat gembira mendengar berita itu. Dengan perasaan bahagia dan senang kau lirik pulang kerumahnya. Sejak saat itu kau lirik selalu menunggu kabar tentang perahu yang selalu ada dalam ingatanya. Akhirnya kau lirik mendengar juga kabar dari seseorang yang sangat tua, Nuh, namanya. Kata lelaki tua itu, perahu itu sudah di pergunakan untuk menyelamatkan manusia dan makhluk hidup lainnya dalam sebuah banjir besar. Sekarang perahu itu terdampar di sebuah pulau.

MAKSUD :

Masa kecil merupakan masa paling indah untuk di kenang. Di waktu kecil manusia melakukan sesuatu sesuai dengan hati nurani tanpa di pengaruhi unsur lain. Semua di lakukan dengan penuh keikhlasan& kepolosan. Ketika dewasa, pasti mengalami kerinduan akan masa kecil yang penuh dengan kegembiraan

Perahu kertas merupakan lambang pengapdian manusia kepada Tuhan. Manusia melakukan sesuatu yang diperintahkan Tuhan, tapi belum tentu semua yang dilakukan itu di terima oleh Tuhan, Semua tergantung niat. Ibarat sebuah perahu yang berlayar di lautan lepas, angin dan gelombang sangat menentukan sampai tidaknya perahu itu ketujuan.

Dalam puisi ini penyair berusaha menyampaikan bahwa pengabdian manusia kepada Tuhan atau sesama haruslah seperti sikap seseorang anak dalam puisi di atas, polos, ikhlas dan suci. Pengabdian yang di lakukan harus dilandasi oleh niat yang tulus. Juga harus membersihkan diri dari napsu duniawi.

Penyair juga menyertakan kisah-kisah masa lampau atau cerita-cerita rakyat dalam puisi ini. Dalam perahu kertas kekhasan itu terdapat dalam usaha penyair memasukkan kisah Nabi Nuh ketika menggunakan perahu untuk menyelamatkan umat manusia dari banjir besar sebagai latar puisi.

STRUKTUR:

Tema : Tema dari puisi ini adalah tema agama.

Amanat : beramanat mengenai ke ikhlasan.

JIWA ( Isma sawitri )

Risau apa yang mengiringi langkahku

ke jalan setapak ini

ke senja yang pucat ini

Risau apa yang barangkali membawaku kembali

ke pesanggrahan terpencil ini

bangsal itu masih temaram

langit langit tinggi, gamelan yang diam

patung patung dalam tat ruang

yang begitu kuhafal begitu kukenang

Dan di atas di ceruk sana

bingkai jendela begitu rendah

beberapa anak tangga di bawahnya

angkah langkah tergesa

dan sesudahnya

hidup kian tak terduga

PARAFRASE:

Risau apa yang mengiringi langkah ( kau ) ke jalan setapak ini ( di saat ) senja yang pucat ini.

Risau apa yang barangkali membawa ( aku ) kembali ke pesanggrahan ( yang ) terpencil ini. Bangsal itu masih temaram( , ) langit langit ( yang ) tinggi, gamelan yang diam ( dan ) patung patung dalam tat ruang yang begitu ( aku ) hafa ( dan ) begitu ( aku ) kenang.

Dan di atas di ceruk sana ( ada ) bingkai jendela ( yang ) begitu rendah (serta ) beberapa anak tengga di bawahnya angkah langkah tergesa dan sesudahnya hidup kian tak terduga.

MAKSUD:

Bahwa di dalam kehidupan yang sedang kita jalani terutama pada peristiwa-peristiwa yang telah kita lalui,pasti meninggalkan banyak kenangan. Setiap jam, setiap detik , yang kita lalui setiap benda maupun tempat masa lalu yang memberikan kenangan kepada kita tersebut pasti akan tetap terpatri pada pikiran kita. Seperti pada ungkapan “ Risau apa yang membawaku kembali ke pesanggrahan terpencil ini “

Sementara itu kehidupan yang kit jalani saat ini jauhlah berbeda dari masa yang telah kita lalui dulu. Seperti pada ungkapan “…dan sesudahnya hidup kian tak terduga “

STRUKTUR

Tema : mengenai kehidupan seseorang.

Amanat : jangan menyesali sesuatu yang telah terjadi dahulu.

BAB II

PENUTUP

Kesimpulan :

Dalam puisi pertama penyair berusaha menyampaikan bahwa pengabdian manusia kepada Tuhan atau sesama haruslah seperti sikap seseorang anak dalam puisi di atas, polos, ikhlas dan suci. Pengabdian yang di lakukan harus dilandasi oleh niat yang tulus. Juga harus membersihkan diri dari napsu duniawi.

Sedangkan dalam puisi kedua bahwa di dalam kehidupan yang sedang kita jalani terutama pada peristiwa-peristiwa yang telah kita lalui,pasti meninggalkan banyak kenangan. Setiap jam, setiap detik , yang kita lalui setiap benda maupun tempat masa lalu yang memberikan kenangan kepada kita tersebut pasti akan tetap terpatri pada pikiran kita.

DAFTAR PUSTAKA

Djoko Pradopo, Rahmat. 1995. Beberapa Teori Sasatra Methode Kritik dan Penerapannya. Pustaka Pelajar: Yogyagarta.

1 komentar: